JAGALAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA, NISCAYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA MENJAGAMU
Oleh Al-Ustadz
Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas
حفظه الله عَنْ أَبِي
الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ
خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمًا ، فَقَالَ «يَا غُلَامُ
! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ : اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ ، اِحْفَظِ اللهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَـعِنْ بِاللهِ. وَاعْلَمْ
أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلىَ أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ
يَنْفَعُوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَ إِنِ اجْتَمَعُوْا
عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ
كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ
الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ».
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ
: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيِحٌ. وَفِي
رِوَايَةٍ غَيْرِ التِّرْمِذِيِّ : «اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ ،
تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّ ةِ. وَاعْلَمْ
أَنَّ مَاأَخْطَأَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ ، وَمَا أَصَابَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ
لِيُخْطِئَكَ ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ
الكَرْبِ ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا».
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbâs
Radhiyallahu anhuma , ia mengatakan, “Pada suatu hari, aku pernah dibonceng di
belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak
muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya
Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya di
hadapanmu. Jika engkau memohon (meminta), mohonlah kepada Allah, dan jika
engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah,
bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu,
maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu
yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk
menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka mereka tidak akan dapat
menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah
Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah
kering.’” [HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahîh”] Dalam
riwayat selain at-Tirmidzi disebutkan, “Jagalah Allah, maka engkau akan
mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan
mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan
menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa
pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa
bersama kesulitan ada kemudahan.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi (no. 2516), Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 425),
Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 316, 317, 318), Abu Ya’la dalam Musnadnya
(no. 2549), Ahmad (I/293, 303, 307), Al-Ajurri dalam asy-Syarî’ah (II/829-830,
no. 412), al-Lâlika-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no.
1094, 1095), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 11243, 11416, 11560,
12988), ‘Abd bin Humaid dalam Musnadnya (no. 635), al-Hâkim (III/541, 542), Abu
Nu’aim dalam al-Hilyatul Auliyâ’ (I/389,
no. 1110), al-Baihaqi dalam Syu’abul Imân (no. 192). Hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh al-Albâni dalam Zhilalul Jannah fî Takhrîjis Sunnah (no. 315-318)
dan Hidâyatur Ruwât (no. 5232), dishahihkan juga oleh Syaikh Ahmad Muhammad
Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad (no. 2669, 2763, 2804).
SYARAH HADITS JAGALAH ALLAH
SUBHANAHU WA TA’ALA, NISCAYA DIA SUBHANAHU WA TA’ALA AKAN MENJAGAMU
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jagalah Allah,” Maksudnya jagalah
batas-batas Allah, hak-hak-Nya, serta menjaga perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya dengan mengerjakan kewajiban dan meninggalkan hal-hal
yang diharamkan. Demikian pula, dengan mempelajari agama-Nya sehingga dengannya
engkau dapat beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan bermuamalah dengan
manusia serta mendakwahkannya di jalan Allah. Hal-Hal Terbesar Yang Harus
Dijaga Oleh Seorang Hamba
1.
Tauhid Yang
Merupakan Hak Allah Azza Wa Jalla Yang Paling Besar
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu :
يَا مُعَاذُ،
أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْـعِبَادِ وَمَا حَقُّ الْـعِبَادِ عَلَى
اللهِ؟ قُلْتُ: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى
الْـعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَحَقُّ
الْـعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.
“Wahai Mu’adz,
tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya, dan apa
hak hamba atas Allah?” Mu’adz pun menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Beliau bersabda, “Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para
hamba-Nya ialah supaya mereka beribadah hanya kepada Allah saja dan mereka
tidak boleh berbuat syirik (menyekutukan Allah) dengan suatu apa pun juga.
Sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah adalah bahwa Allah tidak
akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya.”
Setiap muslim
dan muslimah wajib memenuhi hak Allah, yaitu dengan mengikhlaskan ibadah hanya
kepada Allah Azza wa Jalla , mentauhidkan Allah dalam seluruh ben-tuk ibadah
dan ditujukan hanya kepada Allah saja dan tidak boleh berbuat syirik, tidak
boleh menyekutukan Allah dengan suatu apa pun juga.
2.
Shalat Wajib Lima
Waktu.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
حَافِظُوا عَلَى
الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Jagalah segala
shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha; berdirilah karena Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyu‘
[al-Baqarah/2:238]
وَالَّذِينَ هُمْ
عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
Dan orang-orang
yang memelihara shalatnya. [al-Ma’ârij/70:34]
Menjaga shalat wajib lima waktu, yaitu
melaksanakan dan memerintahkannya kepada keluarga dan saudara-saudara kita,
dengan memperhatikan waktu, tata cara, khusyu’, dan berjama’ahnya.
3.
Menjaga Thaharah
(Bersuci)
Seorang mukmin
dan mukminah harus menjaga dirinya dari hadats kecil dan hadats besar dengan
thaharah (bersuci), yaitu berwudhu dan mandi janabah serta mandi setelah bersih
dari haid dan nifas.
Bersuci
termasuk sebagian dari iman . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
… اَلطُّهُوْرُ
شَطْرُ الْإِيْمَانِ…
Bersuci adalah
sebagian dari iman
Berwudhu adalah
kunci shalat. Seseorang tidak akan diterima shalatnya apabila dia tidak
berwudhu. Seorang hamba terkadang batal wudhunya, sedangkan dia tidak
mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla . Karena itu, menjaga wudhu untuk
shalat menunjukkan konsistensi iman pada
hati seorang hamba.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاعْلَمُوْا أَنَّ
خَيْـرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ، وَلَا يُـحَافِظُ عَلَى الْوُضُوْءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ.
“… Dan
ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang
menjaga wudhu melainkan orang mukmin.”
4.
Menjaga Sumpah
Allah Azza wa
Jalla berfirman:
وَاحْفَظُوا
أَيْمَانَكُمْ
“… Dan jagalah
sumpahmu…” [al-Mâ-idah/5:89]
Apabila
seseorang bersumpah kemudian ia tidak melaksanakan sumpah tersebut atau dilanggar,
maka ia berdosa dan wajib membayar kaffârat (tebusan). Yaitu:
-Memberi makan
10 orang miskin, atau
-Memberikan
pakaian kepada mereka, atau
-Memerdekakan
budak.
-Barangsiapa
yang tidak mampu melakukannya, maka ia berpuasa tiga hari.
Dan jangan
sekali-kali bersumpah dengan selain nama Allah Azza wa Jalla . Karena
barangsiapa bersumpah dengan selain nama Allah Azza wa Jalla , ia telah berbuat
syirik.
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ
اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
Barangsiapa
bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat syirik
5.
Menjaga Kepala Dan
Perut. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِسْتَحْيُوْا مِنَ
اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ، مَنِ اسْتَحْىَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ ؛
فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْيَذْكُرِ الْـمَوْتَ
وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ اْلآخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ
فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ.
Hendaklah
kalian malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Barangsiapa yang malu kepada
Allah dengan sebenar-benarnya, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang
ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan
hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya badan. Barangsiapa yang
menginginkan kehidupan akhirat, hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan
barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada
Allah dengan sebenar-benar malu.
Yang ada pada kepala adalah: (1) mata, yaitu
dengan menjaganya agar tidak melihat yang haram, (2) telinga, yaitu dengan
menjaganya agar tidak mendengarkan hal-hal yang haram, seperti musik, lagu,
ghibah, dan lainnya, dan (3) lisan, yaitu dengan menjaganya dari pembicaraan
yang mengandung dosa berupa ghibah, caci maki, adu domba, memfitnah dan
semisalnya. Sedang menjaga perut ialah dengan menjaganya agar barang-barang
yang haram tidak masuk ke dalamnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ
سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Setiap badan
yang dagingnya tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih layak bagi dirinya.”
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Niscaya Dia Akan Menjagamu”
Maksudnya,
barangsiapa menjaga perintah-perintah Allah Azza wa Jalla dan melaksanakan
kewajibannya serta menahan diri dari apa
yang dilarang darinya, niscaya Allah Azza wa Jalla akan menjaga agama,
keluarga, harta, dan dirinya karena Allah Azza wa Jalla akan membalas
orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan-Nya. Karena, amal itu tergantung
dari jenis amal. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ
يَنْصُرْكُمْ
Jika engkau
menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolongmu. [Muhammad/47:7]
Penjagaan Allah Azza wa Jalla terhadap hamba-Nya terbagi dua:
Pertama : Allah Azza wa Jalla akan
menjaga para hamba-Nya dalam urusan duniawinya. Seperti penjagaan Allah atas
badan, harta, anak, dan keluarga dari para hamba-Nya. Allah akan menjaga anak
keturunan orang-orang shalih yang menjaga batas-batas-Nya, sebagaimana
firman-Nya:
وَكَانَ أَبُوهُمَا
صَالِحًا
Dan ayah kedua
(anak ini) adalah orang shalih. [al-Kahfi/18:82]
Di dalam (ayat
ini) terdapat dalil bahwa seorang yang shalih akan senantiasa dijaga
keturunannya oleh Allah Azza wa Jalla. Begitu juga, barokah ibadahnya
mencakup para anak keturunannya di dunia
dan di akhirat. Apabila seorang hamba menyibukkan diri dengan ketaatan kepada
Allah Azza wa Jalla , maka Allah Azza wa Jalla akan menjaganya.
Kedua,
dan ini yang paling penting, yaitu penjagaan Allah Azza wa Jalla atas agamanya
dan menyelamatkannya dari kesesatan. Karena, jika seseorang diberi petunjuk,
maka Allah Azza wa Jalla akan menambahkan petunjuk kepadanya. Allah Azza wa
Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا
زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
Dan orang-orang
yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan
menganugerahi ketakwaan kepada mereka.
[Muhammad/47:17]
Dari keterangan ini diketahui bahwa orang yang
tidak menjaga Allah Azza wa Jalla , maka dia tidak berhak mendapat
penjagaan-Nya. Dan di dalamnya juga terkandung motivasi untuk selalu menjaga
batas-batas Allah Azza wa Jalla .
KEBERSAMAAN DAN PERTOLONGAN ALLAH SUBHANAHU WA
TA’ALA BAGI ORANG-ORANG YANG BERTAKWA
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jagalah Allah, niscaya engkau akan
mendapati-Nya di hadapanmu.”
Maksudnya, barangsiapa menjaga batas-batas
Allah Azza wa Jalla dalam diri dan keluarganya serta tetap istiqamah dalam
mengikuti al-Qur-ân dan Sunnah, maka Allah Azza wa Jalla akan bersamanya dalam
setiap keadaan. Allah Azza wa Jalla akan selalu memperhatikannya, menjaganya,
memberikan taufik kepadanya, meluruskannya, dan senantiasa melindungi, dan
menolongnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللهَ مَعَ
الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَالَّذِيْنَ هُمْ مُحْسِنُوْنَ.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan. [an-Nahl/16:128]
Qatadah rahimahullah berkata, “Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla , maka Allah Azza wa Jalla akan
bersamanya. Dan barangsiapa yang Allah Azza wa Jalla bersamanya, maka dia masuk
dalam golongan yang tidak dapat dikalahkan, dia bersama penjaga yang tidak
tidur, dan dia bersama pemberi petunjuk yang tidak menyesatkan.”
KENALILAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA DI SAAT
SENANG, NISCAYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA MENGENALMU DI SAAT SUSAH
Ini adalah
hikmah nabawiyah yang selayaknya dijaga dan disebarkan yaitu melakukan ajakan
untuk mengenal Allah Azza wa Jalla di saat senang, sehat, kaya, aman, dan kuat.
Mengenal Allah Azza wa Jalla dapat dilakukan dengan cara menjaga berbagai
kewajiban, menjauhi berbagai larangan, dan menambah usaha mendekatkan diri
kepada-Nya dengan memperbanyak amalan sunnah. Maka, barangsiapa mengenal Allah
Azza wa Jalla dalam keadaan seperti ini, Allah Azza wa Jalla akan mengenalnya
pada saat keadaannya susah, sempit, fakir, sakit.
Sungguh, kekasih kita Nabi Muhammad
Shaallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengenal Rabb-nya di saat senang, maka
Allah Azza wa Jalla mengenal beliau pada saat berada di gua, pada saat Perang
Badar, dan Perang Ahzâb, lalu Allah Azza wa Jalla menolongnya, meneguhkannya,
mengalahkan musuh-musuhnya. Demikian pula,
Nabi Yunus Alaihissalam mengenal Rabb-nya pada saat senang, maka Allah
Azza wa Jalla mengenalnya pada saat berada di dalam perut ikan lalu
menyelamatkannya, meneguhkan hatinya, dan menolongnya. Maka, barangsiapa yang
bermuamalah dengan Allah Azza wa Jalla dengan takwa dan menaati-Nya di saat
senang, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan kasih sayang kepadanya dan
menolongnya di saat dia mengalami kesulitan.
SABDA RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WA SALLAM: “JIKA ENGKAU MEMINTA, MAKA MINTALAH KEPADA ALLAH.”
Maksud dari
meminta di hadits ini adalah doa, sedang doa adalah ibadah. Rasululllah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلدُّعَاءُ هُوَ
الْعِبَادَةُ
Doa adalah
ibadah. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Azza
wa Jalla :
وَقَالَ رَبُّكُمُ
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Rabb kalian
berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doa kalian.’”[Ghâfir/40:60]
Wajib bagi
setiap muslim agar meminta kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak boleh meminta
kepada selain Allah Azza wa Jalla dalam perkara-perkara yang tidak mungkin
terwujudkan kecuali oleh Allah Azza wa Jalla semata. Barangsiapa jatuh ke
dalamnya, berarti ia telah jatuh dalam kesyirikan. Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ
يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Dan siapakah
yang lebih sesat daripada orang-orang yang berdo’a (menyembah) kepada selain
Allah, (sembahan) yang tidak dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat…
[al-Ahqâf/46:5]
Adapun tentang
meminta-minta kepada manusia dalam urusan dunia yang mampu diwujudkan, maka
terdapat dalil-dalil yang banyak yang melarang dan mengecamnya. Diantaranya,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِـيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَيْسَ فِـيْ وَجْهِهِ
مُزْعَةُ لَـحْمٍ.
“Seseorang
senantiasa meminta-minta kepada orang lain, hingga ia datang pada hari Kiamat
dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” Hadits ini dan yang
sepertinya menunjukkan haramnya minta-minta kepada orang lain, dan tidak boleh
dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.
SABDA RASULULLAH SHALLALLAHU
ALAIHI WA SALLAM: “JIKA ENGKAU MEMINTA PERTOLONGAN, MINTALAH PERTOLONGAN KEPADA
ALLAH.”
Maksudnya, jika
engkau meminta suatu kebutuhan maka janganlah meminta kecuali kepada Allah Azza
wa Jalla , jangan sekali-kali meminta kepada makhluk. Seandainya engkau meminta
kepada makhluk sesuatu yang ia mampu memberikannya, maka ketahuilah bahwa itu
termasuk perantara saja, sedang yang berkuasa mewujudkan sebab itu adalah Allah
Azza wa Jalla . Jika Allah Azza wa Jalla berkehendak, Dia akan menghalanginya
memberikan apa yang engkau minta. Maka
bersandarlah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Seorang hamba meskipun
telah diberikan kedudukan, kekuatan, dan kekuasaan, dia tetap saja tak mampu
dan lemah untuk mendatangkan manfaat dan menolak bahaya dari dirinya sendiri.
Oleh karena itu, ia wajib meminta tolong kepada Allah Azza wa Jalla semata untuk
kebaikan agama dan dunianya. Barangsiapa yang ditolong Allah Azza wa Jalla ,
dialah orang yang ditolong dan diberi taufik, dan barangsiapa yang
dihinakan-Nya dan dibiarkan sendirian, maka dialah orang yang rugi dan
bangkrut. Maka, wajib atas setiap muslim untuk memohon pertolongan kepada Allah
Azza wa Jalla untuk menaati-Nya dan meninggalkan perbuatan maksiat kepada-Nya,
mohon pertolongan untuk sabar terhadap seluruh takdir-Nya serta keteguhan hati
pada hari bertemu dengan-Nya, yaitu pada hari dimana anak dan harta tidak
bermanfaat lagi. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada
Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.
[al-Fâtihah/1:5]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
اِحْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ ، وَلَا تَعْجَزْ…
“Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang
bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah berwasiat kepada Muadz bin Jabal Radhyallahu anhu agar selalu berdzikir
sesudah shalat wajib lima waktu, agar membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ
عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ
Ya Allah, tolonglahlah aku dalam berdzikir
kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu
Seorang hamba pasti memerlukan bantuan Allah
Azza wa Jalla, baik untuk mengerjakan perintah atau meninggalkan larangan dan
sabar dalam ujian, seperti yang dialami oleh Nabi Ya’kub Alaihissallam yang
telah beliau sampaikan kepada putranya lewat firman Allah Azza wa Jalla :
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ
وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
Maka kesabaran
yang baik itulah (kesabaranku), dan
Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu
ceritakan. [Yûsuf/12:18]
IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
(yang artinya) : “Ketahuilah, bahwa seandainya seluruh ummat berkumpul untuk
memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat
kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu.”
Maksudnya, jika
seluruh manusia yang pertama sampai yang terakhir berkumpul untuk memberikan
suatu manfaat kepadamu, mereka sekali-kali tidak akan mampu melakukannya,
kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Oleh karena itu,
apabila ada makhluk yang memberikan manfaat kepada seseorang, maka hal itu pada
hakikatnya bersumber dari Allah Azza wa Jalla karena Allahlah yang telah
menentukan manfaat itu untuknya. Hal ini menjadi pendorong bagi kita untuk
bersandar kepada Allah dan meyakini bahwa seluruh manusia tidak akan mampu
mendatangkan suatu kebaikan kepada kita
atau membahayakan kita kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan suatu kemudharatan (bahaya)
kepadamu, maka mereka tidak akan dapat menimpakan kemudharatan (bahaya)
kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.”
Oleh karena
itu, jika engkau mendapat keburukan dari seseorang, yakinilah bahwa Allah telah
menetapkan keburukan itu atasmu, maka ridhalah terhadap qadha dan qadar Allah.
Dan tidak ada salahnya engkau berusaha menolak keburukan tersebut karena Allah
Ta’ala berfirman,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ
سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan balasan
suatu kejahatan adalah kejahatan serupa…” [asy-Syûrâ/42:40]
Sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran
telah kering.”
Ini adalah
kiasan yang menunjukkan bahwa penulisan semua takdir telah selesai sejak dahulu
kala. Karena sebuah buku jika telah selesai ditulisi, pena-pena diangkat
darinya, dan telah berlalu sekian lama, maka tinta yang dipakai menulis menjadi
kering, dan buku-buku yang ditulis dengan tinta itu menjadi kering pula. Ini merupakan kiasan
terbagus dan terindah.
Semua yang
terjadi dan yang akan terjadi di langit dan di bumi serta di antara keduanya,
mulai penciptaan makhluk sampai manusia masuk Surga dan Neraka, semua itu sudah
tercatat di Lauhul Mahfûzh. Banyak sekali ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang
menunjukkan makna tersebut. Di antaranya, firman Allah Ta’ala,
مَا أَصَابَ مِنْ
مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ
أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa
dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfûzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” [al-Hadîd/57: 22].
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا
خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ، قَالَ لَهُ: اُكْتُبْ! قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟
قَالَ: اُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ
“Sesungguhnya
makhluk yang pertama diciptakan oleh Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman
kepadanya, ‘Tulislah.’ Ia menjawab, ‘Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?’
Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadi hari Kiamat.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda,
كَتَبَ اللهُ
مَقَادِيْرَ الْـخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَـخْلُقَ السَّمَـاوَاتِ وَالْأَرْضِ
بِـخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“Allah telah
menulis takdir-takdir seluruh makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit
dan bumi.”
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ketahuilah bahwa apa yang luput
darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu.”
Maksudnya, apa
yang telah terjadi padamu tidak akan tertolak darimu, dan apa yang tidak akan
engkau peroleh tidak mungkin pula engkau mendapatkannya. Mungkin juga (sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdiatas-red) bermakna : apa yang telah
Allah takdirkan akan menimpamu, tidak akan meleset darimu, pasti terjadi. Dan
apa yang Allah takdirkan tidak menimpamu, maka hal itu tidak akan menimpamu
selama-lamanya. Segala urusan ada di tangan Allah. Kondisi ini mendorong
manusia agar bersandar kepada Allah secara total.
Iman kepada
qadha dan qadar memiliki empat tingkatan:
(1) al-‘ilmu :
maksudnya seorang mukmin yang beriman kepada qadar harus meyakini bahwa Allah
Maha Mengetahui semua yang ada di alam ini,
(2) al-Kitâbah,
maksudnya seorang mukmin meyakini bahwa semua kejadian – baik yang telah,
sedang, maupun akan terjadi- telah Allah tuliskan di Lauhul Mahfuzh
(3)
al-Masyî-ah, maksudnya seorang mukmin
meyakini bahwa semua hal yang terjadi tidak lepas dari kehendak Allah
(4)
al-Khalq, maksudnya bahwa manusia
mempunyai kehendak dan keinginan, akan tetapi semuanya tidak lepas dari
kehendak dan kekuasaan Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا تَشَاءُونَ
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb
semesta alam.” [ at-Takwîr/81: 29]
Kemudian meyakini bahwa semua yang terjadi ini
karena Allah yang menciptakannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا
تَعْمَلُونَ
“Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” [ash-Shaffât/37: 96]
Sedangkan terhadap musibah, ada dua tingkatan
bagi orang mukmin yaitu :
(1) Ridha dengannya. (Ini tingkatan yang
paling tinggi). Dan
(2) Sabar terhadapnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ
الْـمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ
لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
“Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin. Sungguh, semua urusannya adalah baik, dan
yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang mukmin,
yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan
baginya. Dan jika ia mendapat musibah, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan
baginya”
KEMENANGAN ADA BERSAMA KESABARAN
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
: “Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran.” Dalam kalimat ini
terdapat anjuran agar berlaku sabar karena jika (diketahui) kemenangan bersama
kesabaran, maka seseorang pasti akan bersabar demi memperoleh kemenangan. Makna
seperti ini diperkuat oleh firman Allah Azza wa Jalla,
قَالَ الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ
فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Orang-orang
yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Allah mengatakan, ‘Betapa banyak
kelompok kecil dapat mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.’ Dan Allah
bersama dengan orang-orang yang bersabar.” [al-Baqarah/2:249]
Sabar ada tiga macam :
(1) sabar dalam melaksanakan ketaatan
kepada Allah,
(2) sabar dalam
meninggalkan maksiat,
(3) sabar dalam menerima musibah atau takdir
yang buruk dari Allah Azza wa Jalla.
Demikian pula dalam menghadapi musuh-musuh
Allah, butuh kesabaran karena dalam jihad terdapat banyak kesulitan dan hal-hal
yang tidak mengenakkan. Sabar dalam menghadapi mereka merupakan sebab dan jalan
mendapat kemenangan sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baik dalam jihad melawan musuh yang nampak, yaitu orang-orang kafir,
maupun dalam jihad melawan musuh yang tidak nampak, yaitu hawa nafsu.
Orang yang sabar pada kedua jihad ini,
ia akan ditolong dan akan berhasil mengalahkan musuhnya. Sedangkan yang tidak
bersabar dan berkeluh kesah, maka ia akan kalah dan menjadi tawanan musuh atau
terbunuh.
Pertolongan
Allah pasti datang bila kaum mukminin menolong agama Allah dengan cara
melaksanakan perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Saat melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan inilah mutlak diperlukan kesabaran. Tanpa kesabaran, tidak mungkin
bisa melakukannya.
KELAPANGAN ADA BERSAMA
KESEMPITAN
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Dan kelapangan bersama kesempitan.”
Terkadang
musibah, fitnah, dan cobaan menimpa seorang muslim sehingga urusannya menjadi
sulit, dunia terasa sempit dan rasa sedih serta galau semakin bertambah.
Apabila ia mengharapkan pahala, bersabar, dan mengetahui bahwa apa yang
menimpanya adalah atas takdir Allah serta tidak putus asa dari rahmat Allah,
niscaya inâyah (pertolongan) Allah, maaf-Nya, ampunan-Nya, dan rahmat-Nya akan
dia peroleh. Itulah kelapangan. Allah Ta’ala berfirman :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ
قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ
يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا
إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Ataukah kamu
mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti
(yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan,
penderitaan, dan guncangan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datangnya pertolongan
Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” [al-Baqarah/2:
214]
Betapa
sering Allah Azza wa Jalla membawakan
kisah-kisah tentang ujian dan cobaan yang dialami para Nabi, kemudian Allah
Azza wa Jalla menyebutkan pertolongan-Nya. Seperti kisah Nabi Nuh Alaihissallam dan pengikutnya yang
diselamatkan di atas perahu, Nabi Ibrahim Alaihissallam diselamatkan dari api,
Nabi Ismail Alaihissallam diganti dengan domba ketika diperintahkan Allah untuk disembelih. Kisah lainnya, Nabi
Musa Alaihissallam dan pengikutnya yang
diselamatkan dari Fir’aun, kisah Nabi Yunus alaihissallam . Juga kisah Nabi
Muhammmad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditolong ketika bersembunyi di
gua, dibantu pada waktu Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang
Ahzâb, Perang Hunain dan lain-lain.
SESUNGGUHNYA BERSAMA KESULITAN
ADA KEMUDAHAN
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam: “Dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.” Maksudnya, setiap kemudahan
akan datang setelah adanya kesulitan, bahkan setiap kesulitan itu akan diiringi
dua kemudahan: kemudahan sebelumnya dan kemudahan yang akan datang. Allah
Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ
يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Maka sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
[al-Insyirâh/94: 5-6]
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdiatas menegaskan bahwa kesulitan
tidaklah menimpa manusia terus menerus selama ia ridha dengan ketentuan Allah,
senantiasa komitmen terhadap segala perintah dan larangan-Nya, dan pasrah
kepada-Nya, niscaya Allah akan mengganti kesulitan dengan kemudahan. Allah
Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“…Dan
barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya…” [ath-Thalâq/65:3]
FAWAA-ID HADITS
1.
Bolehnya membonceng di atas
kendaraan orang lain.
2.
Disunnahkan mengajarkan ilmu yang bermanfaat
kepada ummat dengan perkataan yang ringkas.
3.
Berkemauan keras untuk
membina kaum muslimin.
4.
Balasan pahala itu tergantung dari jenis
amalan.
5.
Wajib atas seorang hamba menjaga batas-batas
Allah, menjaga tauhid, shalat lima waktu, menjaga matanya, auratnya dan tidak
boleh melewati batas dan wajib untuk mengagungkan-Nya.
6.
Barangsiapa yang tidak menjaga batas-batas
Allah, maka Allah tidak akan menjaganya. [al-Hasyr/59: 19].
7.
Diharamkan meminta kepada selain Allah dalam
hal-hal yang makhluk tidak mampu memberikannya
seperti rizki, kesembuhan, ampunan, dan lain sebagainya.
8.
Seluruh makhluk itu lemah
dan butuh kepada Allah Azza wa Jalla . Karena itu, seorang hamba wajib memohon
pertolongan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
9.
Wajib beriman kepada
al-Qadha wal Qadar yang baik maupun yang buruk. Semua yang terjadi di langit
dan di bumi sudah ditaqdirkan oleh Allah, tidak ada satu pun yang terluput.
10.
Wajib bagi setiap hamba untuk mencari
keridhaan Allah meski dibenci oleh manusia lainnya.
11.
Seorang hamba tidak sanggup untuk mendatangkan
manfaat bagi dirinya dan tidak sanggup untuk menolak bahaya, melainkan dengan
izin Allah Subhanahu wa Ta’ala . Karena itu, ia wajib menggantungkan harapannya
hanya kepada Allah.
12.
Perbuatan makar—meskipun direncanakan oleh
orang banyak—tidak akan terlaksana
kecuali dengan izin Allah Azza wa Jalla
[at-Taubah/9: 51].
13.
Catatan takdir di Lauhul
Mahfûzh adalah tetap, tidak dapat diganti dan berubah lagi.
14.
Perbanyaklah ibadah,
dzikir, do’a, dan lainnya di saat senang, maka Allah Azza wa Jalla akan
menolongmu di saat mengalami kesulitan.
15.
Setiap kesulitan dan kesusahan
yang menimpa seorang hamba, pasti sesudahnya ada kelapangan dan kemudahan.
16.
Kelapangan dan kemudahan
selalu menyertai orang yang mengalami kesulitan.
17.
Bila seorang hamba ditimpa kesulitan,
maka hendaklah ia memohon kepada Allah agar dihilangkan kesulitannya. Karena
hanya Allah yang dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya (kesulitan).
[al-An’âm/6:17, Yûnus/10: 107]. Allah
akan memberikan pertolongan dan kemenangan kepada para hamba-Nya yang sabar. Jihad di jalan
Allah membutuhkan kesabaran dan istiqamah. Dengan kesabaran dan keyakinan,
kepemimpinan dalam agama dapat diproleh. (Perkataan Syaikhul Islâm Ibnu
Taimiyyah
Referensi: https://almanhaj.or.id/12197-jagalah-allah-subhanahu-wa-taala-niscaya-allah-subhanahu-wa-taala-menjagamu.html
No comments:
Write komentar