Tuesday, March 1, 2022

hukum keluarga islam

 PEMBAHASAN

1. Pengertian Hakikat Keluarga Islam

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima kata hakikat berarti intisari atau dasar serta kenyataan yang sebenarnya. Adapun keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya, seisi rumahnya atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Nama untuk istilah hukum keluarga Islam adalah al-Ahwal al Syakhsiyah atau disebut dengan Nizham alusrah. Nizham secara bahasa adalah susunan, kumpulan, rangkaian dan urutan sedangkan al-Usrah berarti kumpulan, ikatan, pertalian ataupun tameng  pelindung atau mempunyai arti keluarga inti/kecil.

Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang digunakan tidak hanya hukum keluarga Islam, tetapi terkadang  isebut dengan Hukum Perkawinan ataupun Hukum Perorangan. Dalam bahasa Inggris biasa disebut Personal Law atau Family Law.

Sementara istilah-istilah dalam bahasa Arab perundang-undangan hukum Islam kontemporer adalah:

a. Qanun al-ahwal Syakhsiyyah;

b. Qanun al-Usrah;

c. Qanun Huquq al-‘ailah;

d. Ahkam al-zawaj;

e. Ahkam al-izwaz.

Dalam bahasa Inggris baik dalam buku atau perundang-undangan hukum keluarga Islam kontemporer digunakan istilah-istilah sebagai berikut:

a. Islamic Personal Law;

b. Islamic Family Law;

c. Moslem Family Law;

d. Islamic Marriage Law.

Beberapa definisi tentang hukum keluarga Islam dari para ahli Fiqih kontemporer. Menurut Abdul Wahhab Khollaf, hukum keluarga (al-ahwal assyakhsiyah) adalah hukum yang mengatur kehidupan keluarga, yang dimulai dari awal pembentukan keluarga. Adapun tujuannya adalah untuk mengatur hubungan suami, istri dan anggota keluarga. Menurut Wahbah az-Zuhaili, hukum keluarga adalah hukum tentang hubungan manusia dengan keluarganya, yang dimulai dari perkawinan hingga berakhir pada suatu pembagian warisan

karena ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Lebih luas lagi, keluarga di pahami sebagai satu satunya kelompok berdasarkan darah atau hubungan perkawinan yang diakui oleh Islam. Sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 yang berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, yang pada pokoknya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Dengan demikian, dari pengertian-pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian hakikat hukum keluarga Islam adalah dasar atau intisari dari hukum Islam yang mengatur kehidupan keluarga sejak manusia belum lahir ke dunia hingga pasca kematiannya atau hal-hal lain yang masuk pada kategori hukum perdata Islam berdasarkan ketentuan Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah Saw.

2. Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam

Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang bersifat teologis.  Artinya hukum Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang hanya menghendaki kedamaian di dunia saja.

Cakupan pembahasan hukum keluarga Islam dalam kitab-kitab fikih klasik dapat digambarkan sebagai berikut. Salah seorang ulama’ dari madzhab Maliki yaitu Ibnu Jaza al-Maliki memasukkan perkawinan dan perceraian, wakaf, wasiat, dan fara’id (pembagian harga pusaka) dalam kelompok Mu’amalah.

Adapun Ulama’ Syafi’iyah menjadikan hukum keluarga menjadi bahasan tersendiri, yaitu ‘munakahat’. Bab ini menjadi bagian sendiri dari empat bagian hukum keluarga yakni: Ibadah “hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT”. Mu’amalah “hukum yang mengatur hubungan sesama manusia di bidang kebendaan dan pengalihannya.”Munakahat “hukum yang mengatur hubungan antar anggota keluarga”,‘Uqubah “hukum yang mengatur tentang keselamatan, jaminan jiwa dan harta benda, serta urusan publik dan kenegaraan.

Salah seorang ulama’ kontemporer, yaitu Mustafa Ahmad al-Zarqa, kemudian membagi fikih menjadi dua kelompok besar, yaitu ‘Ibadah dan Mu’amalah, kemudian membagi lebih rinci menjadi tujuh kelompok, dan salah Satunya adalah hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah”, yaitu hukum  perkawinan (nikah), perceraian (talak, khuluk dan lain-lain.), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.

Sedangkan Shobir Ahmad Toha membagi hukum keluarga Islam (Nizham al Usroh) berdasarkan tahapan manusia hidup di dunia yaitu (1) aturan terkait manusia sebelum hadir di dunia diantaranya proses pemilihan calon pasangan hidup dan pemeliharaan janin dalam kandungan ibu, (2) aturan setelah hadir di dunia dari awal kelahiran sampai berakhir dengan kematian di antaranya rodo’ah, hadonah, pernikahan, perceraian dan berbakti kepada orang

tua, (3) aturan setelah meninggalkan kehidupan di antaranya wasiat dan waris.

Melihat pendapat para ahli di bidang hukum keluarga Islam mengenai ruang lingkup/cakupannya, maka kita bisa menyimpulkan bahwasanya cakupan hukum keluarga Islam diantaranya adalah:

a. Peminangan dalam Pernikahan;

b. Akad dalam Pernikahan;

c. Rukun dan Syarat Pernikahan;

d. Wali dan Saksi dalam Pernikahan;

e. Larangan dalam Pernikahan;

f. Hak dan Kewajiban Suami Istri;

g. Nafkah Keluarga;

h. Kedudukan Harta dalam Pernikahan;

i. Putusnya Pernikahan;

. Batalnya Pernikahan;

k. Perwalian;

l. Hadhanah;

m. Rujuk;

n. Poligami;

o. Waris (Besarnya Bagian, Aul dan Rad, Wasiat);

p. Hibah;

q. Wakaf.

Perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia, selain bersumber dari fikih klasik juga mengalami transformasi menjadi sebuah perundangundangan yang ditetapkan negara. Dalam hal ini, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang mencakup seluruh aspek dalam permasalahan perkawinan dan perceraian dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I yang membahas tentang Pernikahan, buku II tentang Hukum Kewarisan juga mencakup tentang wasiat, hibah dan buku III yang membahas tentang Hukum Perwakafan  

 

Fungsi

 

Fungsi Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Hal ini dapat diuraikan dari fungsi hukum Islam bagi umat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari pembahasan mengenai karakteristik hukum Islam. Beberapa fungsi hukum Islam adalah sebagai berikut:

(1) Fungsi Ibadah Berdasarkan uraian di atas, fungsi paling utama hukum Islam adalah untuk beribadah. Hukum Islam adalah ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Sebagai implementasinya, setiap pelaksanaan hukum Islam diberi pahala, sedangkan setiap pelanggarnya diancam siksaan.

(2) Fungsi Amar Ma'ru Nahi Munkar Walaupun hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena kalam Allah yang qadim, dalam praktiknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Contohnya adalah proses pengharaman hukum riba dan khamar (minuman keras), jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hukum Allah dengan subjek dan objek hukum (perbuatan mukallaj). Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba dan khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Penetap hukum menyadari bahwa hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu hukum lahir, yang terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi clan dilaksanakan dengan kesadaran penuh.

Penetap hukum sangat menyadari bahwa cukup riskan bila riba dan khamar diharamkan secara sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari pengharaman riba dan khamar tampak bahwa hukum Islam berfungsi pula sebagai salah satu sarana pengendali sosial (kontrol sosial). Kita sulit membayangkan apa saja yang akan terjadi jika hukum riba dan khamar dipaksakan. Hukum Islam tidak hanya untuk hukum Islam. Hukum juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali sosial terlepas. Secara langsung akibat buruk riba dan khamar memang hanya menimpa para pelakunya, namun secara tidak langsung lingkunganpun ikut terancam bahaya tersebut. Dari fungsi amar ma'ru mencapai rujuan hukum Islam yaitu mendatangkan (menciptakan) keislaman dan menghindarkan kemudaratan di dunia dan akhirat.

(3) Fungsi Zawajir Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzins. yang disertai dengan ancaman hukuman alau sanksi hukull1 . Bertujuan untuk tindak pidana terhadap jiwa/badan untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan) dan ta 'zir ullluk lilldak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Zawajir juga diterapkan untuk pelanggaran terhadap hukum Islam yang lidak ada ketentuan sanksi hukumnya dali1 al-Quran dan al-Hadits. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segall! lwmuk ancaman serta perbualan yang membahayakan.

(4) Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah Fungsi hukum Islam keempal adalah sebagai sarana untuk mengalur sebaik mungkin dan memperlancar proses intcraksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis. aman dun sejahtera . Dalam hal-hal terlenlu hukum Islam menetapkan aluran yang cukup rinci dan mendetall sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan. Sedangkan dalam masalah-masalah yang lain. yakni masalah muamalah pada umumnya hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nitai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing. dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nital dasar terscbut.

Keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak bisa dipilah-pilah begitu saja. Keempatnya saling berkait. Fungsi pertama yaitu fungsi ibadah bukan hanya tidak dapat dipilah dari keliga fungsi lamnya. tetapi ia senantiasa ada dalam seliap bidang hukum. Sementara itu ketiga fungsi lainnya dapal dipisah atau dibedakan.

 

Tujuan syariah

 

Filosofi Syariah (Maqasid Shariah) adalah tujuan pokok pembuat syariah Islam yakni Allah di dalam membuat aturan-aturan yang ada dalam Al Quran dan hadits. Secara etimologis, maqasid (Arab, مقاصد) merupakan bentuk jamak dari maqsad (مقصد) yang berasal dari fi'il (kata kerja) qasada - yaqsidu - qasdan (قصد يقصد قصداً). Kata al-qasd memiliki sejumlah makna antara lain jalan yang lurus dan berpedoman.

Secara terminologis makna maqasid syariah adalah kata maqasid syari' (tujuan pembuat syariah), maqasid syariah (tujuan syariah), dan maqasid syar'iyah (tujuan yang bersifat syar'i) semua istilah ini memiliki satu arti yang dapat diringkas maksudnya menjadi dua yaitu (a) meniadakan bahaya, menghilangkannya dan memutusnya; (b) prinsip syariah yang lima yaitu memelihara agama (حفظ الدين), menjaga individu (حفظ النفس), memelihara akal (حفظ العقل), memelihara keturunan (حفظ النسل) dan menjaga harta (حفظ المال); (c) alasan-alasan khusus atas hokum. fiqih; (d) kemutlakan maslahah baik ia untuk menarik manfaat atau untuk menolak mafsadah (keburukan).

Untuk mencapai tujuan ini ada lima unsur pokok yang harus dipelihara, yaitu:

1.         Memelihara agama (Al muhafazhah ‘alad Dien).

Agama atau ad-din terdiri dari akidah, ibadah dan hukum yang disyariahkan oleh Allah untuk mengatur dan menata hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengelola hubungan antar manusia di mana dengan hukum itu Allah bermaksud untuk membangun dan menetapkan agama dalam jiwa manusia dengan cara mengikuti hukum syariah dan menauhi perilaku dan perkataan yang dilarang syariah.

2.         Memelihara jiwa (Al muhafazhah ‘alan Nafs).

Islam mensyariahkan pemeluknya untuk mewujudkan dan melestarikan kelangsungan manusia dengan cara sempurna yaitu dengan pernikahan dan melahirkan keturunan. Sebagaimana syariah mewajibkan manusia untuk memelihara diri dengan cara memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Islam juga mewajibkan manusia untuk mencegah sesuatu yang membahayakan jiwa karena itu makan diwajibkan qishas dan diyat. Dan diharamkan segala sesuatu yang akan berakibat pada kerusakan.

3.         Memelihara akal (Al muhafazhah ‘alal Aql).

Allah mewajibkan manusia menjaga akal oleh karena itu segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram dikonsumsi dan pelakunya akan mendapat siksa.

4.         Memelihara keturunan (Al muhafazhah ‘alan nasl).

Allah mensyariahkan pada manusia untuk menikah dengan tujuan mendapatkan keturunan dan mewajibkan untuk menjaga diri dari danksi zina dan qadzaf (meneduh zina).

5.         Memelihara harta (Al muhafazhah ‘alal Mal)

Islam mewajibkan manusia untuk berusaha mencari rezeki dan membolehkan muamalah atau transaksi jual beli, barter dan perniagaan. Dan haram hukumnya melakukan pencurian, khianat, memakan harta orang lain secara ilegal dan memberi sanksi bagi pelaku pelanggaran serta tidak memubadzirkan harta.

loading...
No comments:
Write komentar

hukum keluarga islam

  PEMBAHASAN 1. Pengertian Hakikat Keluarga Islam Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima kata hakikat berarti int...