hukum keluarga islam
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hakikat Keluarga Islam
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) edisi kelima kata hakikat berarti intisari atau dasar serta kenyataan
yang sebenarnya. Adapun keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya,
seisi rumahnya atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.
Nama untuk istilah hukum keluarga Islam adalah al-Ahwal al Syakhsiyah atau
disebut dengan Nizham alusrah. Nizham secara bahasa adalah susunan, kumpulan,
rangkaian dan urutan sedangkan al-Usrah berarti kumpulan, ikatan, pertalian
ataupun tameng pelindung atau mempunyai
arti keluarga inti/kecil.
Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang
digunakan tidak hanya hukum keluarga Islam, tetapi terkadang isebut dengan Hukum Perkawinan ataupun Hukum
Perorangan. Dalam bahasa Inggris biasa disebut Personal Law atau Family Law.
Sementara istilah-istilah dalam bahasa
Arab perundang-undangan hukum Islam kontemporer adalah:
a. Qanun al-ahwal Syakhsiyyah;
b. Qanun al-Usrah;
c. Qanun Huquq al-‘ailah;
d. Ahkam al-zawaj;
e. Ahkam al-izwaz.
Dalam bahasa Inggris baik dalam buku atau
perundang-undangan hukum keluarga Islam kontemporer digunakan istilah-istilah
sebagai berikut:
a. Islamic Personal Law;
b. Islamic Family Law;
c. Moslem Family Law;
d. Islamic Marriage Law.
Beberapa definisi tentang hukum keluarga
Islam dari para ahli Fiqih kontemporer. Menurut Abdul Wahhab Khollaf, hukum
keluarga (al-ahwal assyakhsiyah) adalah hukum yang mengatur kehidupan keluarga,
yang dimulai dari awal pembentukan keluarga. Adapun tujuannya adalah untuk
mengatur hubungan suami, istri dan anggota keluarga. Menurut Wahbah az-Zuhaili,
hukum keluarga adalah hukum tentang hubungan manusia dengan keluarganya, yang
dimulai dari perkawinan hingga berakhir pada suatu pembagian warisan
karena ada anggota keluarga yang meninggal
dunia.
Lebih luas lagi, keluarga di pahami
sebagai satu satunya kelompok berdasarkan darah atau hubungan perkawinan yang
diakui oleh Islam. Sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 yang berbunyi
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan
pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, yang pada
pokoknya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan
kepercayaannya masing-masing. Dengan demikian, dari pengertian-pengertian di
atas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian hakikat hukum keluarga Islam
adalah dasar atau intisari dari hukum Islam yang mengatur kehidupan keluarga
sejak manusia belum lahir ke dunia hingga pasca kematiannya atau hal-hal lain
yang masuk pada kategori hukum perdata Islam berdasarkan ketentuan Al-Qur’an
atau Sunnah Rasulullah Saw.
2. Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam
Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum
yang bersifat teologis. Artinya hukum
Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari hukum
Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Inilah
yang membedakannya dengan hukum manusia yang hanya menghendaki kedamaian di
dunia saja.
Cakupan pembahasan hukum keluarga Islam
dalam kitab-kitab fikih klasik dapat digambarkan sebagai berikut. Salah seorang
ulama’ dari madzhab Maliki yaitu Ibnu Jaza al-Maliki memasukkan perkawinan dan
perceraian, wakaf, wasiat, dan fara’id (pembagian harga pusaka) dalam kelompok Mu’amalah.
Adapun Ulama’ Syafi’iyah menjadikan hukum
keluarga menjadi bahasan tersendiri, yaitu ‘munakahat’. Bab ini menjadi bagian
sendiri dari empat bagian hukum keluarga yakni: Ibadah “hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah SWT”. Mu’amalah “hukum yang mengatur
hubungan sesama manusia di bidang kebendaan dan pengalihannya.”Munakahat “hukum
yang mengatur hubungan antar anggota keluarga”,‘Uqubah “hukum yang mengatur
tentang keselamatan, jaminan jiwa dan harta benda, serta urusan publik dan
kenegaraan.
Salah seorang ulama’ kontemporer, yaitu
Mustafa Ahmad al-Zarqa, kemudian membagi fikih menjadi dua kelompok besar,
yaitu ‘Ibadah dan Mu’amalah, kemudian membagi lebih rinci menjadi tujuh
kelompok, dan salah Satunya adalah hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah”,
yaitu hukum perkawinan (nikah),
perceraian (talak, khuluk dan lain-lain.), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.
Sedangkan Shobir Ahmad Toha membagi hukum
keluarga Islam (Nizham al Usroh) berdasarkan tahapan manusia hidup di dunia
yaitu (1) aturan terkait manusia sebelum hadir di dunia diantaranya proses
pemilihan calon pasangan hidup dan pemeliharaan janin dalam kandungan ibu, (2)
aturan setelah hadir di dunia dari awal kelahiran sampai berakhir dengan
kematian di antaranya rodo’ah, hadonah, pernikahan, perceraian dan berbakti
kepada orang
tua, (3) aturan setelah meninggalkan
kehidupan di antaranya wasiat dan waris.
Melihat pendapat para ahli di bidang hukum
keluarga Islam mengenai ruang lingkup/cakupannya, maka kita bisa menyimpulkan
bahwasanya cakupan hukum keluarga Islam diantaranya adalah:
a. Peminangan dalam Pernikahan;
b. Akad dalam Pernikahan;
c. Rukun dan Syarat Pernikahan;
d. Wali dan Saksi dalam Pernikahan;
e. Larangan dalam Pernikahan;
f. Hak dan Kewajiban Suami Istri;
g. Nafkah Keluarga;
h. Kedudukan Harta dalam Pernikahan;
i. Putusnya Pernikahan;
. Batalnya Pernikahan;
k. Perwalian;
l. Hadhanah;
m. Rujuk;
n. Poligami;
o. Waris (Besarnya Bagian, Aul dan Rad,
Wasiat);
p. Hibah;
q. Wakaf.
Perkembangan hukum keluarga Islam di
Indonesia, selain bersumber dari fikih klasik juga mengalami transformasi
menjadi sebuah perundangundangan yang ditetapkan negara. Dalam hal ini,
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang
mencakup seluruh aspek dalam permasalahan perkawinan dan perceraian dilengkapi
dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I yang membahas tentang Pernikahan,
buku II tentang Hukum Kewarisan juga mencakup tentang wasiat, hibah dan buku
III yang membahas tentang Hukum Perwakafan
Fungsi
Fungsi Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Hal ini dapat diuraikan dari fungsi hukum
Islam bagi umat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari pembahasan mengenai
karakteristik hukum Islam. Beberapa fungsi hukum Islam adalah sebagai berikut:
(1) Fungsi Ibadah Berdasarkan uraian di
atas, fungsi paling utama hukum Islam adalah untuk beribadah. Hukum Islam
adalah ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya
merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
Sebagai implementasinya, setiap pelaksanaan hukum Islam diberi pahala,
sedangkan setiap pelanggarnya diancam siksaan.
(2) Fungsi Amar Ma'ru Nahi Munkar Walaupun
hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena kalam Allah yang
qadim, dalam praktiknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat.
Contohnya adalah proses pengharaman hukum riba dan khamar (minuman keras),
jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hukum Allah dengan subjek dan
objek hukum (perbuatan mukallaj). Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba dan khamar tidak
diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Penetap hukum menyadari bahwa
hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu hukum lahir, yang
terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi clan dilaksanakan
dengan kesadaran penuh.
Penetap hukum sangat menyadari bahwa cukup
riskan bila riba dan khamar diharamkan secara sekaligus bagi masyarakat pecandu
riba dan khamar. Berkaca dari pengharaman riba dan khamar tampak bahwa hukum
Islam berfungsi pula sebagai salah satu sarana pengendali sosial (kontrol
sosial). Kita sulit membayangkan apa saja yang akan terjadi jika hukum riba dan
khamar dipaksakan. Hukum Islam tidak hanya untuk hukum Islam. Hukum juga
memperhatikan kondisi masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali
sosial terlepas. Secara langsung akibat buruk riba dan khamar memang hanya
menimpa para pelakunya, namun secara tidak langsung lingkunganpun ikut terancam
bahaya tersebut. Dari fungsi amar ma'ru mencapai rujuan hukum Islam yaitu
mendatangkan (menciptakan) keislaman dan menghindarkan kemudaratan di dunia dan
akhirat.
(3) Fungsi Zawajir Fungsi ini terlihat
dalam pengharaman membunuh dan berzins. yang disertai dengan ancaman hukuman
alau sanksi hukull1 . Bertujuan untuk tindak pidana terhadap jiwa/badan untuk
tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan) dan ta 'zir ullluk lilldak pidana
selain kedua macam tindak pidana tersebut. Zawajir juga diterapkan untuk
pelanggaran terhadap hukum Islam yang lidak ada ketentuan sanksi hukumnya dali1
al-Quran dan al-Hadits. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam
sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segall! lwmuk ancaman
serta perbualan yang membahayakan.
(4) Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah Fungsi
hukum Islam keempal adalah sebagai sarana untuk mengalur sebaik mungkin dan
memperlancar proses intcraksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang
harmonis. aman dun sejahtera . Dalam hal-hal terlenlu hukum Islam menetapkan
aluran yang cukup rinci dan mendetall sebagaimana terlihat dalam hukum yang
berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan. Sedangkan dalam
masalah-masalah yang lain. yakni masalah muamalah pada umumnya hukum Islam
hanya menetapkan aturan pokok dan nitai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan
kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing.
dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nital
dasar terscbut.
Keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak
bisa dipilah-pilah begitu saja. Keempatnya saling berkait. Fungsi pertama yaitu
fungsi ibadah bukan hanya tidak dapat dipilah dari keliga fungsi lamnya. tetapi
ia senantiasa ada dalam seliap bidang hukum. Sementara itu ketiga fungsi
lainnya dapal dipisah atau dibedakan.
Tujuan syariah
Filosofi Syariah (Maqasid Shariah) adalah tujuan pokok
pembuat syariah Islam yakni Allah di dalam membuat aturan-aturan yang ada dalam
Al Quran dan hadits. Secara etimologis, maqasid (Arab, مقاصد) merupakan bentuk
jamak dari maqsad (مقصد)
yang berasal dari fi'il (kata kerja) qasada - yaqsidu - qasdan (قصد يقصد قصداً). Kata al-qasd
memiliki sejumlah makna antara lain jalan yang lurus dan berpedoman.
Secara terminologis makna maqasid syariah adalah kata maqasid
syari' (tujuan pembuat syariah), maqasid syariah (tujuan syariah), dan maqasid
syar'iyah (tujuan yang bersifat syar'i) semua istilah ini memiliki satu arti
yang dapat diringkas maksudnya menjadi dua yaitu (a) meniadakan bahaya,
menghilangkannya dan memutusnya; (b) prinsip syariah yang lima yaitu memelihara
agama (حفظ الدين),
menjaga individu (حفظ النفس),
memelihara akal (حفظ العقل),
memelihara keturunan (حفظ
النسل) dan menjaga harta (حفظ
المال); (c) alasan-alasan khusus atas hokum. fiqih; (d) kemutlakan
maslahah baik ia untuk menarik manfaat atau untuk menolak mafsadah (keburukan).
Untuk mencapai tujuan ini ada lima unsur pokok yang harus
dipelihara, yaitu:
1. Memelihara
agama (Al muhafazhah ‘alad Dien).
Agama atau ad-din terdiri dari akidah, ibadah dan hukum yang
disyariahkan oleh Allah untuk mengatur dan menata hubungan manusia dengan
Tuhannya dan mengelola hubungan antar manusia di mana dengan hukum itu Allah
bermaksud untuk membangun dan menetapkan agama dalam jiwa manusia dengan cara
mengikuti hukum syariah dan menauhi perilaku dan perkataan yang dilarang
syariah.
2. Memelihara
jiwa (Al muhafazhah ‘alan Nafs).
Islam mensyariahkan pemeluknya untuk mewujudkan dan
melestarikan kelangsungan manusia dengan cara sempurna yaitu dengan pernikahan
dan melahirkan keturunan. Sebagaimana syariah mewajibkan manusia untuk
memelihara diri dengan cara memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang menjadi
kebutuhannya seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Islam juga
mewajibkan manusia untuk mencegah sesuatu yang membahayakan jiwa karena itu
makan diwajibkan qishas dan diyat. Dan diharamkan segala sesuatu yang akan
berakibat pada kerusakan.
3. Memelihara
akal (Al muhafazhah ‘alal Aql).
Allah mewajibkan manusia menjaga akal oleh karena itu segala
sesuatu yang memabukkan hukumnya haram dikonsumsi dan pelakunya akan mendapat
siksa.
4. Memelihara
keturunan (Al muhafazhah ‘alan nasl).
Allah mensyariahkan pada manusia untuk menikah dengan tujuan
mendapatkan keturunan dan mewajibkan untuk menjaga diri dari danksi zina dan
qadzaf (meneduh zina).
5. Memelihara
harta (Al muhafazhah ‘alal Mal)
Islam mewajibkan manusia untuk berusaha
mencari rezeki dan membolehkan muamalah atau transaksi jual beli, barter dan
perniagaan. Dan haram hukumnya melakukan pencurian, khianat, memakan harta
orang lain secara ilegal dan memberi sanksi bagi pelaku pelanggaran serta tidak
memubadzirkan harta.